Wednesday 16 June 2010

plebtis


A. Konsep Dasar Therapi IntraVena (infuse)
1. Pengertian
Therapi Intra vena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan
Untuk memasukan obat atau vitamin kedalam tubuh pasien, (Darmawan,2008).
2. Tujuan Utama Terapi Intravena
a. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
b. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi
c. Transfusi darah dan produk darah
d. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi
3. Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena
a. Keuntungan:
1) Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat.
2) Absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan
3) Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi
4) Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari
5) Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis
b. Kerugian
1) Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
2) Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”
3) Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
a) Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu
b) Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia
c) Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan
4. Prosedur Pemasangan Therapi Intravena
Prosedur pemasangan therapy intravena menurut Depkes RI (2005)
a. Kriteria persiapan
1) Cuci tangan
2) Standar infus
3) Caiaran yang akan diberikan
4) Infus set
5) Kapas
6) Alkohol 70%
7) Kasa steril
8) Gunting
9) Plester
10) Pengalas
11) Bengkok satu buah.
b. Kriteria pelaksanaan
1) cuci tangan
2) pasien diberi penjelasan
3) posisi pasien supine (terlentang)
4) siapkan area yang akan dipasang
5) memeriksa ulang cairan yang akan diberikan
6) keluarkan udara dari selang infus
7) menentukan vena yang akan ditusuk
8) pasang pengalas
9) desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm
10) menusuk jarum infuse / albocath pada vena yang telah ditentukan
11) melakukan fiksasi
12) menutup bagian yang akan ditusuk dengan kasa steril
13) menghitung jumlah cairan sesuai dengan kebutuhan
14) memperhatikanreaksi pasien
15) catat waktu pemasangan, jenis cairan dan jumlah tetesan
16) pasen dirapikan
17) alat-alat dibereskan
18) cuci tangan
5. Ukuran Jarum Therapi Intrvena (Infuse)
Menurut Potter (1999) ukuran jarum infuse yang biasa digunakan adalah :
1) Ukuran 16
Guna: Dewasa, Bedah Mayor, Trauma, Apabila sejumlah besar cairan perlu diinfuskan
Pertimbangan Perawat: Sakit pada insersi, Butuh vena besar
2) Ukuran 18
Guna: Anak dan dewasa, Untuk darah, komponen darah, dan infus kental lainnya
Pertimbangan Perawat: Sakit pada insersi, Butuh vena besar
3) Ukuran 20
Guna: Anak dan dewasa, Sesuai untuk kebanyakan cairan infus, darah, komponen darah, dan infus kental lainnya
Pertimbangan Perawat: umum dipakai
4) Ukuran 22
Guna: Bayi, anak, dan dewasa (terutama usia lanjut), Cocok untuk sebagian besar cairan infus
Pertimbangan Perawat: Lebih mudah untuk insersi ke vena yang kecil, tipis dan rapuh, Kecepatan tetesan harus dipertahankan lambat, Sulit insersi melalui kulit yang keras
5) Ukuran 24, 26
Guna: Nenonatus, bayi, anak dewasa (terutama usia lanjut), Sesuai untuk sebagian besar cairan infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat
Pertimbangan Perawat: Untuk vena yang sangat kecil, Sulit insersi melalui kulit keras
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan ( kewaspadaan)
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi
c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan
e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus
g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu).
h. Gunakan alat alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus.
i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil.
j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus adalah tanggung jawab perawat. Masalah yang dapat muncul apabila perawat tidak memperhatikan regulasi infus adalah hipervolemia dan hipovolemia. Untuk mengatur tetesan infus, perawat harus mengetahui volume cairan yang akan dimasukkan dan waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan cairan infus. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit. Perhitungan Tetesan Infus dapat dibagi menjadi 2 yaitu makro dan mikro.
1. Tetesan Makro : 1cc = 15 tetes
Rumus :
Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Tetesan/menit =
Lamanya infus (jam) x 4

2. Tetesan Mikro : 1cc = 60 tetes
Rumus :
Jumlah cairan yang dimasukkan (cc)
Tetesan/menit =
Lamanya infus (jam)

7. Komplikasi
a. Hematoma
Yakni darah mengempul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukan jarum atau tusukan berulang pada pembuluh darah.
b.Infiltrasi
Yakni masuknya cairan therapy intravena kedalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum therapi intravena melawan darah.
c. Tromboplebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena yang disebabkan mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran, cairan yang mempunyai pH dan omolaritas tinggi, mikrobakterial yang disebabka pemasangan dan alat alat yang tidak steril dan pemilihan jenis infus juga merupakan penyebab tromboplebitis. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.
d. Emboli udara
Yakni masuknya udara kedalam sirkulasim darah,terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan therapi intravena kedalam pembuluh darah.(sehat grup,2007)

B. Cara Pemberian Obat
1. Pengertian
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting pegrawat. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan. ( Potter, 2005).
Pemberian obat melalui wadah cairan intravena merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam wadah cairan intra vena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan terapeutik dalam darah, (Hidayat, 2006)
2. Syarat pemberian obat
Menurut Potter dan Perry, (2006) ada 6 persyaratan atau hal yang perlu diperhatikan sebelum pemberian obat yaitu dengan prinsip 6 benar :
a. Tepat Obat
Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan.
b. Tepat Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis harusdiperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada pasien.
c. Tepat pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pada pasien.
d. Tepat cara pemberian obat
Dalam pemberian obat harus diperhatikan cara pemberian obat secara teliti dan hendaknya benar dalam cara pemberiannya, hal ini untuk menghindari kesalahan yang akan berakibat fatal. Cara pemberian obat harus benar apakah obat harus diberikan secara iv, sc, im, oral, sublingual, atau tropical.
e. Tepat waktu
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang di programkan , karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.
f. Tepat pendokumentasian.
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
3. Pengertian injeksi
Injeksi adalah sediaan streil berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender injeksi. Injeksi dibuat dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut dan disisipkan dalam wadah takaran tunggal atau ganda. (Informasi obat, 2009)
4. Persiapan pemberian obat melalui intravena (IV)
a. Persiapan alat
1) Spuit dan jarum steril dalam tempatnya
2) Obat-obatan yang diperlukan
3) Nirbekken / bengkok
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Perlak dan alasnya
b. Persiapan pasien
pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
5. Prosedur kerja pemberian obat melaui iv
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3) Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan kedalam sepuit
4) Cari tempat penyuntikan obat pada bagian karet pada selang infuse.
5) Lakukan dis infeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran infus
6) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian tengah dan masukan obat perlahan – lahan keselang intra vena
7) Setelah selesai tarik spuit
8) Periksa kecepatan infuse dan observasi kecepatan obat
9) Cuci tanggan
10) Catat obat yang telah dibetrikan dan dosisnya, (Depkes RI, 2005)
6. Obat – obatan yang bisa di berikan melalui IV.
Jenis obat – obatan yang bisa di berikan melalui antara lain seperti: Golongan anti biotic ( Ampicicilin, amoxcicilin, clorampenicol, dll) ,anti diuretic (furosemid, lasix dll) anti histamin atau setingkatnya,
(Adrenalin, dexamethasone ,dypenhydramin). Karena kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Dalam pemberian antibiotik melalui IV perlu diperhatikan dalam pencampuran serbuk antibiotik tersebut, hal ini untuk menghindari terjadinya komplikasi seperti tromboplebitis karena kepekatan dan tidak tercampurnya obat secara baik. Biasanya untuk mencampur serbuk antibiotik / obat-oabat yang lain yang diberikan secara IV adala cairan aquades dengan perbandingan 4cc larutan aquades berbanding 1 vial antibiotik atau 6cc larutan aquades berbanding 1 vial serbuk antibiotic. (Informasi Obat,2009)
C. Konsep Plebitis
1. Pengertian
Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena, Plebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, kemerahan, bengkak, indurasi dan terba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intra vena (La Rocca, 1998 ). Plebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi thromboplebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika thrombus terlepas dan kemudian diangkut kealiran darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang menyumbat atrioventikular secara mendadak dan menimbulkan kematian (Slyvia, 1995). Hal ini menjadiakan phlebitis sebagai salah satu pemasalahan yang penting untuk dibahas di samping plebitis juga sering ditemukan dalam proses keperawatan ( Jarumi Yati, 2009 ).
2. Penyebab Plebitis
a. Plebitis Kimia
1) pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 – 5, di mana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan melalui vena sentral.
2) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis. Jadi , kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter 1 sampai 5 µm
3) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut, karena akan mengganggu kemandirian lansia.
4) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.
b. Plebitis Mekanis
Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik.
c. Plebitis Bakterial
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
1) Teknik pencucian tangan yang buruk
2) Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri.
3) Teknik aseptik tidak baik
4) Teknik pemasangan kanula yang buruk
5) Kanula dipasang terlalu lama
6) Tempat suntik jarang diinspeksi visual
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala phlebitis adalah
a. Nyeri yang terlokalisasi.
b. Pembengkakan.
c. kulit kemerahan timbul dengan cepat di atas vena
d. pada saat diraba terasa hangat
e. panas tubuh cukup tinggi (medicaster,2009)
4. Pencegahan dan mengatasi phlebitis ( Darmawan,2009 )
a. Mencegah flebitis bacterial.
Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70% juga bisa digunakan.
b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik.
Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar kajian.
c. Rotasi kanula
May dkk(2005) melaporkan di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup.
d. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti setiap 24 jam.


e. Laju pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam.Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.
f. Titrable acidity
Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah dipertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4.0, larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titrable acidity nya sangat rendah (0.16 mEq/L).Dengan demikian makin rendah titrable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.
g. Heparin dan hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan flebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium klorida atau antimikrobial . Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium.
h. In-line filter
In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus
5. Masalah Kejadian Plebitis
a. Akibat phlebitis bagi penderita
Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus (plebitis) bagi pasien merupakan masalah yang serius namun tidak sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya biaya perawatan diakibatkan lamanya perawatan di rumah sakit.

b. Akibat phlebitis bagi masyarakat
Bertambah panjangnya masa rawat penderita , penderita pulang masih menjadi pembawa kuman selama beberapa bulan,daan dapat menularkan kuman pada keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

D. Hubungan antara pemasangan terapi intra vena dan pemberian obat dengan kejadian phlebitis.
Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. Plebitis dikarakteristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di bagian vena yang terpasang kateter intravena (La Rocca, 1998).
Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus (plebitis) merupakan masalah yang serius namun tidak sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya biaya perawatan diakibatkan lamanya perawatan di rumah sakit. Terjadinya angka kejadian plebitis sangat dipengaruhi oleh ketepatan dalam pelaksanaan pemasangan infus. Penelitian Jarumiyati (2009), menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian plebitis pada pasien dewasa rawat inap di bangsal menur dan bakung RSUD Wonosari, ini dibuktikan dengan nilai korelasinya 0,007. Begitu juga dengan penelitian Pasaribu, (2006), di Rumah Sakit Haji Medan menyimpulkan bahwa yang paling dominan menimbulkan kejadian phlebitis adalah sikap perawat yang kurang baik pada saat melaksanakan pemasangan infus (OR=2.771).
Selain itu cara pemberian obat melalui iv yang tidak baik atau tidak sesuai SOP juga sangat mempengaruhi angka kejadian plebitis. Hal ini dapat disebabkan oleh tehnik aseptik yang tidak baik saat menyuntikkan obat. Selain itu mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.
Budiarto, Eko, 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran, Jakarta, EGC
Bauhizem. M, 1995. Ilmu Keperawatan, Jakarta, EGC.
Depkes RI, 2002. Menuju Sehat 2010, Jakarta.
, 2005. Intrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta
Darmawan Iyan, 2008. Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis. Diakses dari http://www.Iyan@Otsuka.com.id pada tanggal 20 September 2009.
Hastono, 2004. Biostastistik, Jakarta, EGC.
Hidayat. A.A, 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Jarumiati, 2006. Hubungan Lama Pemasangan Kateter Intravena Dengan Kejadian Plebitis Pada Pasien Dewasa Diruang Rawat Inap Bangsal Menur Dan Bakung RSUD, Wonosari. Diakses dari http://www.stikessmart@ymail.com pada tanggal 15 Desember 2009.
Klikharry. 2006. Infeksi-Nosokomial. Diakses dari http://www.wordpress.com pada tanggal 15 desember 2009
Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Perry dan potter, 1999. Keterampilan dan prosedur dasar, Jakarta, EGC.
Potter, P.A. 2004 Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek edisi 4, alih
bahasa Renata Komalasari, Jakarta, EGC
Pujasari Hening, 2002. Angka Kejadian Phlebitis Dan Tingkat Keparahannya Di Ruang Penyakit Dalam RSCM, Jakarta. Diakses dari http://pujasari. Pada tanggal 20 September 2009.




No comments:

Post a Comment